Hampir Gagal Panen, Petani Memahami “Dino Renteng”
Mintobasuki-Gabus.desa.id - Tingginya curah hujan yang melanda beberapa waktu lalu khususnya pada Jumat malam 14 Oktober 2022 berkisar pukul 20:00 WIB di Desa Mintobasuki, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, bukanlah menjadi sesuatu yang aneh. Pasalnya petani memahami hari-hari tersebut sebagai dino renteng (hari berjajar)
“Dino renteng kuwi yo, (1) Jumat Pon, Sabtu wage, Ngad Kliwon, (2) Jumat Kliwon, Sabtu Legi, Ngad Pahing. Dino kuwi yo, dititeni yen nduwe gawe biasane udan yen wayah musime udan,” kata Mbah Karni, perempuan yang mempercayai perhitungan kelender Jawa saat ditemui sembari mencari pakan untuk hewan peliharaannya di Desa Mintobasuki (20/10/2022).
Dino renteng dalam tradisi Jawa disebut sebagai hari yang memiliki jumlah sama dalam perhitungan dino (hari) dan pasarannya. Masyarakat mempercayai sebagai ilmu titen (kebiasaan). Bahkan, sebagian masyarakat menentukan dan menggunakan waktu menanam berdasar pada realita lapangan dan perhitungan kalender ilmu titen ini.
Semenjak Jumat malam tertanggal 14 Oktober 2022 wilayah Desa Mintobasuki dan sekitarnya sempat dilanda hujan deras semalam yang berakibat pada terendamnya sebagian daerah persawahan dan sebagian halaman rumah warga serta beberapa rumah penduduk di RW II. Beruntung, mayoritas tanaman padi siap panen sudah selesai dikumpulkan (bagging).
Dengan mesin pembantu combine harvester (alat pemotong batang padi sekaligus pemisah gabah) kegiatan memanen lebih efektif dan efisien. Akan tetapi ada juga satu petak tanaman warga yang justru belum sempat dipanen hingga berakibat pada terendamnya tanaman. Namun demikian, satu hari semenjak terendamnya tanaman akhirnya warga berhasil memanen hasil padinya dengan perlengkapan seadanya.
“Kami menunggu giliran mesin combine. Di samping itu, lantaran kami telat nanam juga, sehingga belum sempat dipanen dengan mesin combine tapi padi sudah terendam banjir,” jelas perempuan paruh baya yang biasa dipanggil Yatmi ini, Kamis (20/10).
“Ini hasilnya tidak seperti biasanya. Ini ada beberapa gabah yang justru mulai tumbuh. Tapi Alhamdulillah masih bisa panen. Yang terpenting masih diberikan ‘seger kuwarasan’,” jelasnya sembari memilah dan memisahkan gabah dari jerami yang ikut tertimbun ditemani sahabatnya Mbah Karni.
Menurut keterangan Mbah Karni, keuntungan yang bisa didapatkan seandainya tepat waktu panen, bisa mendapatkan puluhan karung gabah. Namun demikian, lantaran kualitas padi menurun, maka harga jual ke pembeli pun turun. Taksiran kerugian dari gabah yang sempat terendam banjir ini mencapai jutaan rupiah.
Sejauh kini, tidak banyak banyak petani yang menggunakan informasi iklim BMKG sebagai salah satu sumber informasi data. Website BMKG lebih sering dilihat jika tejadi gempa atau bahkan prediksi cuaca harian saja. Menurut Ekky Emiral Faqi salah satu petugas analis lapangan di BMKG menjelaskan dalam pesan singkatnya, Sabtu (21/10), “Jika cuaca buat tanam menanam sebenarnya bisa dilihat dari prediksi iklim awal puncak musim penghujan dan kemarau. Iklim adalah cuaca berulang dalam jangka panjang yang hitungannya tahunan, bukan harian. Untuk prediksi musim hujan biasanya release data bulan September, sementara kemarau release data prediksi di bulan April. Hal tersebut dikarenakan tiap kabupaten memiliki awal musim hujan yang berbeda-beda.” (NS)